Iklan

Metode Cinta Indonesia Sebagai Upaya Optimalisasi (Gls)

Metode Cinta Indonesia   Sebagai   Upaya Optimalisasi (Gls)
A. PENGANTAR 

Kegiatan pembelajaran di kelas harus memberdayakan potensi siswa untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Keberhasilan berguru tidak sanggup dicerminkan dari kemampuan menghafal siswa. Artinya, berguru tidak hanya menuntut siswa menghafal, melainkan sanggup membuatkan kemampuan siswa untuk memahami esensi muatan pelajaran. Kemampuan memahami isi muatan pelajaran sangat berkaitan bersahabat dengan keterampilan siswa membaca. 

Membaca merupakan esensi tertua pada setiap muatan pelajaran. Di Indonesia, keterampilan membaca siswa masih berada pada kategori rendah. Hal ini didukung oleh hasil penelitian oleh PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study) tahun 2011, yang memperlihatkan bahwa Indonesia berada pada peringkat ke-45 dari 48 negara akseptor (Faizah, dkk: 2016). Rendahnya kemampuan membaca siswa ini mendorong pemerintah untuk menggalakan gerakan membaca di sekolah. Gerakan ini dikenal dengan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Salah satu wujud gerakan membaca ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 ihwal Penumbuhan Budi Pekerti, salah satu kegiatan yang dilakukan yakni membaca buku nonpelajaran selama 15 menit sebelum waktu berguru dimulai. 

Gerakan Literasi Sekolah (GLS) bertujuan mewujudkan sekolah yang warganya mempunyai kemampuan mengakses, memahami, dan memakai sesuatu secara cerdas melalui banyak sekali aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara. Implementasi Gerakan Literasi Sekolah yang tertuang pada Buku Panduan Gerakan Literasi Sekolah di SD (Faizah, dkk:2016) meliputi tiga tahapan kegiatan yang sanggup dijabarkan sebagai berikut. 

Tahap pertama, Pembiasaan. Kegaiatan yang dilakukan pada tahap ini meliputi 1) membaca 15 menit sebelum pelajaran dimulai, 2) meata sarana dan lingkungan kaya literasi, 3) membuat lingkungan kaya teks, 4) menentukan bacaan di SD, dan 5) pelibatan publik. 

Tahap kedua, Pengembangan. Tahapan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan literasi melalui kegiatan menanggapi buku pengayaan. Langkah-langkah pada tahapan ini meliputi: (1) membaca terpandu, (2) membaca bersama, (3) aneka karya kreativitas menyerupai workbook, skill sheet (triarama, easly slit book, one sheet book, flip flop book) (4) mari berdiskusi ihwal buku, (5) story-map outline. 

Tahap ketiga, Pembelajaran. Sebagai tahap terakhir, tahap pembelajaran bertujuan meningkatkan kemampuan literasi di semua mata pelajaran, memakai buku pengayaan dan taktik membaca di semua mata pelajaran. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan meliputi: 1) penyediaan pembelajaran terpadu berbasis literasi, 2) penataan kelas berbasis literasi, 3) penggorganisaian material, 4) pelaksanaan literasi terpadu sesuai dengan tema dan mata pelajaran, 5) pembuatan jadwal, 6) asesmen, dan 7) konferensi literasi warga sekolah. 

Ketiga tahap gerakan literasi khususnya di sekolah dasar hendaknya dilaksanakan secara rutin, terus menerus secara berkesinambungan guna membuat budaya literasi di sekolah. Terciptanya budaya tentu diawali adanya adaptasi kepada siswa untuk membaca dan menulis pada diri siswa. 

B. MASALAH

Kegiatan Gerakan Literasi Sekolah di SD Negeri 1 Semarapura Tengah sudah dilaksanakan oleh seluruh siswa. Setiap pagi, siswa secara bantu-membantu melaksanakan kegiatan wajib baca selama 15 menit. Kegiatan ini dilaksanakan di halaman sekolah dari pukul 06.45-07.00 Wita dengan diawasi oleh kepala sekolah dan guru-guru. Dari pengamatan yang Penulis selaku wali kelas, siswa kelas VIC sangat antusias dalam melaksanakan kegiatan wajib baca 15 menit tersebut. Hal ini tampak dari situasi kegiatan membaca yang berjalan dengan tertib. Seluruh siswa berkonsentrasi membaca buku yang mereka bawa.
 Kegiatan  pembelajaran di kelas harus memberdayakan potensi siswa untuk menguasai  kompet Metode CINTA INDONESIA   Sebagai   Upaya Optimalisasi (GLS)
Kegiatan wajib baca di pagi hari

Namun, kegiatan wajib baca yang terlihat berjalan dengan baik ini ternyata tidak memperlihatkan peningkatan pemahaman siswa terhadap isi bacaan. Hal ini terlihat ketika beberapa siswa diminta untuk menceritakan isi buku, siswa tidak bisa untuk menceritakan dengan baik dan benar.

Untuk mengetahui lebih jauh pemahaman siswa terhadap buku yang mereka baca, Penulis memperlihatkan kuisioner kepada siswa kelas VIC yang berjumlah 35 orang siswa. Kuisoner tersebut berisikan lima pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa. Pertanyaan-pertanyaan tersebut yakni sebagai berikut. (1) Apakah judul buku yang kau baca? (2) Siapakah nama pengarang buku yang kau baca? (3) Siapakah tokoh utama dari buku yang kau baca? (4) Tuliskan secara singkat isi dari buku yang kau baca! (5) Tuliskan pesan moral yang kau peroleh sehabis membaca buku tersebut!

Setelah melaksanakan analisis terhadap hasil kuisioner yang diberikan kepada siswa, Penulis memperoleh data menyerupai berikut.
  1. Untuk pertanyaan pertama ihwal judul buku yang dibaca, sebanyak 33 siswa menjawab dengan tepat judul buku yang mereka baca dan dua siswa menjawab kurang tepat judul buku yang mereka baca. 
  2. Untuk pertanyaan kedua ihwal nama pengarang buku, tidak satupun siswa yang bisa menjawab dengan benar nama pengarang dari buku yang mereka baca. 
  3. Untuk pertanyaan ketiga ihwal tokoh utama, hanya 12 siswa yang bisa menjawab dengan tepat nama tokoh dari buku yang dibaca. 
  4. Untuk suruhan menuliskan secara singkat isi buku, hanya 12 siswa yang bisa menuliskan isi dongeng dari buku yang mereka baca. Sisanya tidak sanggup menuliskan isi dongeng dari buku yang dibaca. 
  5. Untuk suruhan menuliskan pesan moral yang diperoleh, hanya 17 orang siswa yang bisa menuliskan pesan moral dari dongeng yang dibaca. 
Dari hasil analisis tersebut, tampak kegiatan Gerakan Literasi Sekolah yang selama ini diimplementasikan melalui kegiatan wajib baca 15 menit di kelas VIC belum optimal. Hal ini terlihat dari banyaknya siswa yang belum bisa memahami isi buku yang dibaca secara menyeluruh. 

C. PEMBAHASAN DAN SOLUSI

Untuk mengatasi permasalahan membaca yang terjadi di SD Negeri 1 Semarapura Tengah, penulis melaksanakan upaya perbaikan dengan memakai metode CINTA INDONESIA. Metode pembelajaran CINTA INDONESIA merupakan abreviasi dari CIptakaN, TAta, INstruksikan, Dampingi dan Observasi, MeNulis REsume, PresentaSI, Apresiasi. Metode ini merupakan modifikasi dari tahapan dan pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah yang tertuang dalam Buku Panduan Gerakan Literasi Sekolah di SD. Adapun langkah-langkah pelaksanaannya sanggup dijabarkan sebagai berikut.

Pertama, Ciptakan. Ciptakan yang dimaksud yakni membuat lingkungan yang kaya literasi di kelas, menyerupai perpustakaan kelas, dan pojok bacaan. Kedua, Tata. Buku bacaan pada perpustakaan kelas didominasi oleh dongeng fiksi. Dipilihnya dongeng fiksi, lantaran dilihat dari sudut pandang belum dewasa umumnya dikaitkan dengan fatwa moral. Buku di tata sesuai dengan judul bacaan secara alfabet.
 Kegiatan  pembelajaran di kelas harus memberdayakan potensi siswa untuk menguasai  kompet Metode CINTA INDONESIA   Sebagai   Upaya Optimalisasi (GLS)
Perpustakaan kelas

Ketiga, Instruksikan. Pada kegiatan ini guru menginstruksikan siswa ihwal tujuan membaca buku. Pada tahap instruksi siswa diberikan dalam bentuk lembar kiprah yang meliputi lima pernyataan yaitu (1) Apakah judul buku yang kau baca? (2) Siapakah nama pengarang buku yang kau baca? (3) Siapakah tokoh utama dari buku yang kau baca? (4) Tuliskan secara singkat isi dari buku yang kau baca! (5) Tuliskan pesan moral yang kau peroleh sehabis membaca buku tersebut!
 Kegiatan  pembelajaran di kelas harus memberdayakan potensi siswa untuk menguasai  kompet Metode CINTA INDONESIA   Sebagai   Upaya Optimalisasi (GLS)
Guru memperlihatkan intruksi

Keempat, Dampingi dan Observasi. Pendampingan dilakukan guru dengan tujuan memberi instruksi kepada siswa selama kegiatan. Sedangkan, observasi membantu guru mengamati kegiatan siswa membaca dan menuntaskan instruksi guru.
 Kegiatan  pembelajaran di kelas harus memberdayakan potensi siswa untuk menguasai  kompet Metode CINTA INDONESIA   Sebagai   Upaya Optimalisasi (GLS)
Guru melaksanakan pendampingan dan observasi

Kelima, Menulis Resume. Menulis resume merupakan potongan dari instruksi kiprah yang diberikan guru. Hasil goresan pena resume siswa merupakan indikator pencapaian tujuan pembelajaran membaca. Resume siswa sanggup dibentuk dalam bentu deskripsi ataupun gambar.
 Kegiatan  pembelajaran di kelas harus memberdayakan potensi siswa untuk menguasai  kompet Metode CINTA INDONESIA   Sebagai   Upaya Optimalisasi (GLS)
Siswa membuat resume secara deskriptif
 Kegiatan  pembelajaran di kelas harus memberdayakan potensi siswa untuk menguasai  kompet Metode CINTA INDONESIA   Sebagai   Upaya Optimalisasi (GLS)
Siswa membuat resuma berupa gambar

Keenam, Presentasi. Setelah menulis resume, siswa mempresentasikan hasil karya di depan kelas. Kegiatan ini melatih siswa untuk tampil percaya diri dan keberanian memberikan pendapat.
 Kegiatan  pembelajaran di kelas harus memberdayakan potensi siswa untuk menguasai  kompet Metode CINTA INDONESIA   Sebagai   Upaya Optimalisasi (GLS)
Siswa mempresentasikan hasil kerja

Ketujuh, Apresiasi. Kegiatan apresiasi yang dilakukan yakni memperlihatkan kesempatan kepada siswa untuk memajang hasil karya terbaik di papan pajangan kelas.
 Kegiatan  pembelajaran di kelas harus memberdayakan potensi siswa untuk menguasai  kompet Metode CINTA INDONESIA   Sebagai   Upaya Optimalisasi (GLS)
Hasil pekerjaan siswa yang dipajang

Setelah diterapakan metode CINTA INDONESIA dikelas VIC memperlihatkan peningkatan kemampuan siswa memahami isi bacaan. Peningkatan kemampuan siswa tercermin dari hasil refleksi dan kiprah yang diselesaikan siswa pada tahap instruksi. Pada pertanyaan pertama ihwal judul buku yang dibaca, terjadi peningkatan dari 33 siswa menjadi 35 siswa sanggup menjawab judul buku dengan benar. Pertanyaan kedua ihwal nama pengarang, terjadi peningkatan yang signifikan yaitu ke-35 siswa bisa menyebutkan nama pengarang, padahal pada awal observasi tidak satupun siswa menjawab dengan benar. Pertanyaan ihwal tokoh utama, dari 12 siswa mengalamai peningkatan menjadi 30 siswa yang bisa menyebutkan nama tokoh utama cerita. Sedangkan pada tahap menulis isi singkat buku, 29 orang bisa menulis resume dongeng yang sebelumnya pada observasi awal hanya 12 siswa. Pada suruhan menulis pesan moral, dari 12 siswa mengalami peningkatan menjadi 32 siswa bisa menuliskan pesan moral dengan benar. 

Terjadinya peningkatan ini disebabkan adanya perbaikan kualitas dalam kegiatan membaca. Pada tahap “Ciptakan dan Tata”, siswa termotivasi untuk memulai acara membaca. Buku bacaan nonpelajaran, nonfiksi sangat membantu menumbuhkan minta membaca. Hal ini didukung oleh pendapat Wahyono (2015) bahwa “cerita fiksi pada hakikatnya mengandung suatu fatwa moral dan di situlah letak moral utama ceritanya bahwa tokoh yang tidak baik mesti dikalahkan dengan tokoh yang baik”. Pada kondisi ini harus memberikan dengan hati-hati semoga siswa memahami dan terbuka pikirannya untuk sanggup membedakan perbuatan baik dan tidak baik. 

Selama ini, siswa membaca hanya lantaran suruhan guru namun mereka tidak mengetahui kegiatan apa yang harus dilakukan selama dan sehabis membaca. Dengan adanya tahap “Instruksikan”, siswa mempunyai tujuan yang terang terhadap hasil yang harus dicapai sehabis membaca. Kemudian dilanjutkan dengan tahapan “Dampingi dan Observasi” siswa selama kegiatan membaca membantu siswa memperoleh info menuntaskan kiprah sesuai petunjuk. 

Tahap “Menulis Resume” merupakan kiprah utama siswa untuk mencurahkan wangsit mereka melalui goresan pena secara deskripftif maupun gambar. Dengan adanya pilihan cara menulis resume, siswa diberi kebebasan untuk menentukan contoh yang mereka suka. Pada tahap ini muncul respon positif siswa untuk “menggambar”. Penelitian oleh Sukarya (2010) menyatakan bahwa ”menggambar membelajarkan siswa untuk mencurahkan isi hatinya dalam bentuk karya seni rupa”. Maka, tidaklah mengherankan bila siswa bahagia ketika menulis resume melalui gambar bercerita. 

Tahap “Presentasi” memberi kesempatan kepada siswa untuk menyampaiakn hasil karya mereka. Pada tahap ini juga diberikan penguatan berupa tepuk tangan, ketika siswa memberi pertanyaan, dan menjawab. Dengan penguatan terjadi interaksi antar siswa, siswa-guru yang menumbuhkan iklim aman dan rasa saling ingin mengetahui isi dongeng yang dibaca siswa. Kegiatan penguatan memperlihatkan pengaruh positif terhadap pelaksanaan pembelajaran di kelas dan mengoptimalkan acara membaca. Ini berarti bahwa banyak sekali bentuk motivasi, menyerupai tepuk tangan membantu siswa semakin aktif membuatkan konsep-konsep semoga sanggup dipamahi dengan baik. 

Tahap “Apresiasi” ini merupakan bentuk penghargaan kepada siswa yang bisa menuntaskan kiprah dengan baik. Hasil karya yang dipajang pada papan pajangan sanggup memperlihatkan kebanggan tersendiri bagi siswa, sehingga mereka akan terus berkarya dengan lebih baik. 

Penerapan metode CINTA INDONESIA intinya menitikberatkan pada kiprah yang harus dilakukan siswa selama dan sehabis membaca. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Nurhayana (2016) bahwa “keberhasilan akseptor didik dalam menguasai keterampilan memahami bacaan tidak lepas dari faktor guru. Disadari bahwa ketika melaksanakan gerakan literasi sekolah, guru hanya menyediakan materi bacaan, dan tanpa memperlihatkan tidak lanjut eksklusif sehabis siswa membaca. Sehingga, yang perlu diperhatikan yakni bagaimana membuat kondisi berguru yang menyenangkan dan disertai dengan tindak lanjut”. Ini berarti bahwa pertolongan kiprah ketiaka membaca sangatlah penting, lantaran membentuk contoh berguru yang benar dan terstruktur sehingga bermuara pada tercapainya hasil berguru yang optimal. 

Berdasarkan hasil penerapan metode CINTA INDONESIA yang memperlihatkan hasil optimal, maka metode ini kemudian Penulis desiminasikan kepada guru di sekolah, khususnya guru di kelas V. Selain desimanisasi di sekolah, penulis juga memberikan hasil penelitian kepada kepala sekolah dan guru yang ada di Gugus IV (Widyasemara) Kecamatan Klungkung pada dikala kegiatan diklat guru pembelajar. Respon postif disampaikan oleh akseptor kegiatan. 
 Kegiatan  pembelajaran di kelas harus memberdayakan potensi siswa untuk menguasai  kompet Metode CINTA INDONESIA   Sebagai   Upaya Optimalisasi (GLS)
Deseminasi hasil penelitian

D. KESIMPULAN DAN HARAPAN 

Metode CINTA INDONESIA bisa mengoptimalisasi gerakan literasi sekolah di kelas VIC SD Negeri 1 Semarapura Tengah. Telah terjadi peningkatan siswa dalam menjawab pertanyaan pada lembar tugas. Hal ini tercermin dari peningkatan sebelum dan sehabis penerapan metode CINTA INDONESIA. Pada pertanyaan pertama ihwal judul buku yang dibaca, terjadi peningkatan dari 33 siswa menjadi 35 siswa sanggup menjawab judul buku dengan benar. Pertanyaan kedua ihwal nama pengarang, terjadi peningkatan yang signifikan yaitu ke-35 siswa bisa menyebutkan nama pengarang. Pertanyaan ihwal tokoh utama, dari 12 siswa mengalami peningkatan menjadi 30 siswa yang bisa menyebutkan nama tokoh utama cerita. Sedangkan pada tahap menulis isi singkat buku, 29 orang bisa menulis resume dongeng yang sebelumnya pada observasi awal hanya 12 siswa. Pada suruhan menulis pesan moral, dari 12 siswa mengalami peningkatan menjadi 32 siswa bisa menuliskan pesan moral dengan benar. 

Mengingat pentingnya gerakan literasi sekolah dan keberhasilan metode CINTA INDONESIA dalam upaya optimalisasi GLS maka impian Penulis semoga metode ini sanggup dijadikan alternatif guna mengoptimalisasi gerakan literasi sekolah serta sanggup memperluas wawasan ihwal teori-teori yang berkaitan dengan peningkatan keterampilan memahami bacaan pada siswa khususnya sekolah dasar. 


E. DAFTAR PUSTAKA 

  • Faizah, dkk. 2016. Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar. Jakarta: Dirjen Dikdasmen Kemdikbud. 
  • Nurhayana, E.T. 2016. Mengaktualisasi Gerakan Literasi Sekolah (GLS) Dengan Model Pembelajaran Si DIA Untuk Meningkatkan Kecakapan Literasi Siswa Kelas VA SD Negeri 14 Pemecutan (Antologi Karya Ilmiah Kebahasaan dan Kesastraan). Jakarta: Badan pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud. 
  • Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 ihwal Penumbuhan Budi Pekerti Sukarya, Z, dkk. 2010. Pendidikan Seni. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional. 
  • Wahyono, T. 2015. Pengaruh Menyimak Cerita terhadap Kemampuan Bercerita Fiksi pada Anak. Makalah Seminar Nasional Pendidikan Bahasa Indonesia 2015 ISSN: 2477‐636X hal.117:Universitas Muhammadiyah Yogyakarta  
Share This :